Rabu, 21 Januari 2015

TRAGEDI HARI KAMIS


Pada tanggal 28 Safar 11 H, Nabi Muhammad saw wafat. Lima hari sebelum Nabi wafat, terjadi sebuah peristiwa yang amat menyedihkan.

Saat itu, Nabi terbaring dalam keadaan sakit. Beberapa sahabat berada disamping beliau. Nabi berkata : 'Bawakanlah kepadaku tulang belikat, aku minta kalian menuliskan wasiatku yang akan menghindarkan kalian dari kesesatan setelah aku tiada'. Sebagian sahabat menolak permintaan Nabi, mereka menduga Nabi dalam keadaan mengigau atau meracau. Umar bin Khattab berujar : 'Nabi dalam keadaan sakit keras, kita sudah memiliki Al Qur'an, cukuplah kitab Allah itu buat kita semua'.




Sementara, sahabat lain berupaya memenuhi permintaan Nabi. Terjadilah pertikaian dan pertengkaran diantara kedua kelompok sahabat ini. Melihat keadaan ini, Nabi berkata, 'Pergilah kalian semua, tidak sopan bertengkar di hadapanku'. Peristiwa ini terjadi pada hari Kamis, 23 Safar 11 H, bertepatan dengan tanggal 15 Desember 2014 . Tatkala mengingat peristiwa ini , Abdullah bin Abbas, seorang sahabat dan anak dari paman Nabi, tak kuasa menahan tangis sehingga air matanya bercucuran membasahi tanah. Dia menyebut peristiwa yang memilukan ini sebagai Tragedi atau Musibah besar.

Riwayat ini termaktub di dalam berbagai kitab hadist dan kitab kitab sejarah Islam sehingga mustahil untuk diingkari. Setelah membaca riwayat tersebut, timbul berbagai pertanyaan di dalam benak kita.

Bagaimana mungkin para Sahabat, orang orang yang paling dekat di dalam kehidupan Nabi SAW menolak permintaan Nabi SAW untuk menuliskan wasiatnya di akhir akhir hayat beliau ?. Bukankah Allah SWT di dalam kitab suci Al Qur'an menyuruh kita untuk meninggalkan wasiat buat keluarga kita di saat saat kita akan meninggalkan dunia yang fana ini ?. Kenapa Nabi SAW tidak diperkenankan menuliskan wasiat terakhirnya sebelum meninggal dunia ?. Di dalam aturan hukum yang dibuat manusia saja, setiap orang yang akan menghadapi akhir kehidupannya di saat saat menanti ekskusi mati yang akan dijatuhkan terhadap dirinya masih diberikan kesempatan untuk mengucapkan apa yang diinginkannya.

Bagaimana mungkin para Sahabat Nabi SAW menolak permintaan Nabi SAW untuk menuliskan wasiatnya dengan alasan bahwa apa yang diucapkan Nabi SAW tersebut adalah perkataan beliau dalam kondisi sakit parah dan mengigau ( meracau ) sehingga tidak perlu dipatuhi ?. Lalu, bagaimana dengan firman Allah SWT di dalam kitab suci Al Qur'an yang menegaskan bahwa semua yang diucapkan oleh Nabi SAW adalah 'wahyu yang diwahyukan' oleh Allah SWT yang tidak mungkin salah atau keliru ?.Seyogyanya tidak ada sedikitpun keengganan ataupun keberatan kita terhadap apapun yang diperintahkan oleh Nabi SAW.

Bagaimana mungkin para Sahabat menolak perintah Nabi SAW untuk menuliskan wasiat beliau dengan alasan bahwa kitab suci Al Qur'an telah cukup buat kita semua sehingga kita tidak lagi memerlukan yang lain selain kitab suci Al Qur'an ?. Bukankah kita meyakini bahwa untuk menjalankan agama ini secara benar, kita tidak hanya memerlukan kitab suci Al Qur'an , tetapi juga membutuhkan penjelasan dan petunjuk dari kitab suci Al Qur'an yakni Sunnah Nabi SAW ?.

Bagaimana mungkin kita akan menjalankan agama ini jika hanya cukup berpegang kepada kitab suci Al Qur'an saja ?. Penolakan para Sahabat terhadap perintah Nabi SAW untuk menuliskan wasiatnya pada saat beliau dalam keadaan sakit dan di saat saat akhir kehidupan beliau menjadi sebab musabab perselisihan para Sahabat sehingga kemudian Nabi tidak jadi menuliskan wasiatnya dan mengusir mereka keluar dari kamarnya.

Inilah alasan kenapa peristiwa yang menyedihkan dan memilukan ini disebut sebut oleh Abdullah bin Abbas sebagai Tragedi Hari Kamis atau Musibah Besar Hari Kamis. Namun sayangnya , hampir sebagian umat Islam masa kini melupakan tragedi ini atau bahkan boleh jadi tidak mengetahuinya sama sekali. Menyedihkan !.


Pada tanggal 28 Safar 11 H, Nabi Muhammad saw wafat. Lima hari sebelum Nabi wafat, terjadi sebuah peristiwa yang menyedihkan. Saat itu, Nabi terbaring dalam keadaan sakit. Beberapa sahabat berada disamping beliau. Nabi berkata : 'Bawakanlah kepadaku tulang belikat, aku minta kalian menuliskan wasiatku yang akan menghindarkan kalian dari kesesatan setelah aku tiada'. Sebagian sahabat menolak permintaan Nabi, mereka menduga Nabi dalam keadaan mengigau atau meracau. Umar bin Khattab berujar : 'Nabi dalam keadaan sakit keras, kita sudah memiliki Al Qur'an, cukuplah kitab Allah itu buat kita semua'. Sementara, sahabat lain berupaya memenuhi permintaan Nabi. Terjadilah pertikaian dan pertengkaran diantara kedua kelompok sahabat ini. Melihat keadaan ini, Nabi berkata, 'Pergilah kalian semua, tidak sopan bertengkar di hadapanku'. Peristiwa ini terjadi pada hari Kamis, 23 Safar 11 H, bertepatan dengan tanggal 15 Desember 2014 . Tatkala mengingat peristiwa ini , Abdullah bin Abbas, seorang sahabat dan anak dari paman Nabi, tak kuasa menahan tangis sehingga air matanya bercucuran membasahi tanah. Dia menyebut peristiwa yang memilukan ini sebagai Tragedi atau Musibah besar. Riwayat ini termaktub di dalam berbagai kitab hadist dan kitab kitab sejarah Islam sehingga mustahil untuk diingkari. Setelah membaca riwayat tersebut, timbul berbagai pertanyaan di dalam benak kita. Bagaimana mungkin para Sahabat, orang orang yang paling dekat di dalam kehidupan Nabi SAW menolak permintaan Nabi SAW untuk menuliskan wasiatnya di akhir akhir hayat beliau ?. Bukankah Allah SWT di dalam kitab suci Al Qur'an menyuruh kita untuk meninggalkan wasiat buat keluarga kita di saat saat kita akan meninggalkan dunia yang fana ini ?. Kenapa Nabi SAW tidak diperkenankan menuliskan wasiat terakhirnya sebelum meninggal dunia ?. Di dalam aturan hukum yang dibuat manusia saja, setiap orang yang akan menghadapi akhir kehidupannya di saat saat menanti ekskusi mati yang akan dijatuhkan terhadap dirinya masih diberikan kesempatan untuk mengucapkan apa yang diinginkannya. Bagaimana mungkin para Sahabat Nabi SAW menolak permintaan Nabi SAW untuk menuliskan wasiatnya dengan alasan bahwa apa yang diucapkan Nabi SAW tersebut adalah perkataan beliau dalam kondisi sakit parah dan mengigau ( meracau ) sehingga tidak perlu dipatuhi ?. Lalu, bagaimana dengan firman Allah SWT di dalam kitab suci Al Qur'an yang menegaskan bahwa semua yang diucapkan oleh Nabi SAW adalah 'wahyu yang diwahyukan' oleh Allah SWT yang tidak mungkin salah atau keliru ?.Seyogyanya tidak ada sedikitpun keengganan ataupun keberatan kita terhadap apapun yang diperintahkan oleh Nabi SAW. Bagaimana mungkin para Sahabat menolak perintah Nabi SAW untuk menuliskan wasiat beliau dengan alasan bahwa kitab suci Al Qur'an telah cukup buat kita semua sehingga kita tidak lagi memerlukan yang lain selain kitab suci Al Qur'an ?. Bukankah kita meyakini bahwa untuk menjalankan agama ini secara benar, kita tidak hanya memerlukan kitab suci Al Qur'an , tetapi juga membutuhkan penjelasan dan petunjuk dari kitab suci Al Qur'an yakni Sunnah Nabi SAW ?. Bagaimana mungkin kita akan menjalankan agama ini jika hanya cukup berpegang kepada kitab suci Al Qur'an saja ?. Penolakan para Sahabat terhadap perintah Nabi SAW untuk menuliskan wasiatnya pada saat beliau dalam keadaan sakit dan di saat saat akhir kehidupan beliau menjadi sebab musabab perselisihan para Sahabat sehingga kemudian Nabi tidak jadi menuliskan wasiatnya dan mengusir mereka keluar dari kamarnya. Inilah alasan kenapa peristiwa yang menyedihkan dan memilukan ini disebut sebut oleh Abdullah bin Abbas sebagai Tragedi Hari Kamis atau Musibah Besar Hari Kamis. Namun sayangnya , hampir sebagian umat Islam masa kini melupakan tragedi ini atau bahkan boleh jadi tidak mengetahuinya sama sekali. Menyedihkan !.

Copy and WIN : http://bit.ly/copy_win

Tidak ada komentar:

Posting Komentar